03/06/2012

Foya foya tidak apa

Haihata, saya mencoba menulis dengan 'bukan' gaya saya sebelumnya. Biasanya saya tulis yang serius, essay, puisi (kelas kacang rebus) dan teka-teki. Sekarang mulai menulis yang ringan, tapi tetap semoga mudah-mudahan dapat membagi yang saya yakini pengalaman manfaat, semoga. Oh ya maaf, tulisan saya sengaja tidak baku. Karena nilai Tata Tulis saya buruk, dan ejaan formal itu tidak terlalu penting buat disini bagi saya. Ya sudah saya mulai, setuju? Harus.

Jadi, kalian suka foya-foya? Buang-buang harta dan duit untuk membeli barang atau membeli yang sebenarnya belum jadi kebutuhan kalian? Pastilah semua orang pernah, apalagi kalau sedang mendapat rezeki lumayan banyak. Tak apa, itu manusiawi kok. Nah, saya juga termasuk kaum yang pernah dan mungkin sering foya-foya, kalau sedang ada duit. Bukan saya tidak menabung, saya tetap menabung kok, dikit-dikit. Dikit saja, tapi kalau rutin per hari. Lumayan kan. Bukan sok punya rezeki, tapi diri kita juga jangan terlalu 'kikir' dengan harta. Buat apa sih ditumpuk? Jangan jadi budak harta, dengan menyimpan dan menumpuk. Saya cukup jadi orang pas-pasan saja. Pas butuh, pas ada duit. Pas gak ada duit, pas gak butuh. Gitu aja simpel tho. Harta itu harus digunakan, dalam hal baik. Nah ini yang mau saya sebut 'foya-foya'.

Dari pengalaman saya, saya foya-foya dengan cara membeli buku. Ya kalau ada duit, ada buku menarik langsung beli. Dibaca gak? Dibacalah, tapi mungkin tidak waktu cepat. Terus buat apa beli? Hey, siapa tahu kita butuh isi dari buku itu suatu saat yang tidak kita duga. Bisa jadi hadiah buat orang, buat dibaca, buat jadi ganjelan, buat jadi diambil ilmunya.Masalah buku dengan isi didalamnya itu yang menjadi nilai lebih. Kita tidak tahu kapan waktunya isi buku itu kita gunakan. Saya pernah beli buku, gak pernah dibaca selama 2 tahun. Lalu pas saat itu, baru kepake dan pas banget. Jadi, belilah buku kapan saja ada kesempatan, hehe. Ini foya-foya pertama.

Kedua, ini yang belum saya bisa. Tapi saya ingin foya-foya dengan cara ini. Bagi-bagi rezeki ke orang lain. Bisa dengan nraktir teman, bayarin teman, infaq kotak amal (tapi jangan kelihatan orang, apalagi ditulis kayak gini, jangan), apapunlah yang membagi rezeki ke orang lain. Harta yang kita miliki ini, bukan hanya milik kita. Mau bukti? Kita dapat duit darimana, orang tua atau penghasilan pribadi. Terus untuk dapat itu, harus kerja. Untuk kerja, harus ada tenaga, harus makan. Terus makan nasi, padi darimana? Pak tani kan? Nah kita harus berterima kasih pada mereka, mungkin dengan infaq. Terus yang bawa berasnya, yang ngitungin berasnya, distribusinya, wah banyak lah. Jadi semua orang bisa terlibat, untuk kasus beras saja. Wajar, kita harus berbagi, karena kita gak hidup sendiri.

Terus kalau kalian punya duit, jangan pelitlah. Beli barang di UKM/warung, jangan Mall. Karena itu usaha rakyat. Beli di pasar tradisional, yang usaha rakyat. Kalau mall mah itu kapitalis nampaknya, ah iya bener sudah mahal lagi. Terus walaupun punya kendaraan, sempatin lah naik umum. Bukan apa apa, tapi berbagi rezeki ma supir, ma tukang ojek, tukang becak. Kasihan mereka, kalau kita semua naik kendaraan sendiri. Terus pengamen, kita kasih. Jangan recehan aja, buat dia pergi atau segera gak nyanyi. Sekali-sekali, kasih uang ribuan dan puluhan ribu, terus minta mereka nyanyi 2 lagu atau beberapa. Kalau kasih cepeceng, minta 1 album deh. Buat apa? Kita menghargai usaha mereka. Ya memang saya tidak terlalu setuju dengan peminta-minta, kalau itu saya inginnya kasih mereka alamat. Alamat kerja, jangan dikasih duit aja. Ya, harta yang kita punya ini bukan milik kita saja. Kita memiliki tanggung jawab moral untuk turut mengembangkan kesejahteraan bersama. Jangan sampai perputaran uang hanya di kalangan orang-orang terlanjur kaya, tapi kita sebar lah. Jare pak Karno, ekonomi kerakyatan, ah itu dia.

Wah sudah panjang banget ini, tapi saya masih punya banyak hal yang ingin ditulis. Ah, bener nulis dengan cara ini jadi banyak, tapi gak rapih, haha sudahlah jangan protes. Saya juga gak maksa kamu baca. Semoga manfaat, kalau tidak manfaatkanlah.