01/05/2013

Ukuran Kemaluan

Sumpah, ini bukan tulisan porno, ini tulisan yang senonoh. Saya tidak sedang ingin membicarakan mengenai besarnya atau lebatnya area di antara perut dan lutut. Tapi saya sedang gelisah, berita media massa saat ini ramai oleh hal-hal yang itu-itu saja, tokoh yang itu-itu saja. Eyang Subur, twitter SBY, pendaftaran caleg, pemerkosaan, pencurian, pembunuhan dan yang paling dahsyat KORUPSI, kalau Anda membaca ini sedang hidup di era 2013an. Seakan berita ini sering menghias layar komputer, maklum layar kaca memang isinya ini semua. Nyalain TV, beritanya kalau gak pemerkosa, pencuri, orang bunuh diri, penipuan, pembunuhan, korupsi. Capek lihat dan mendengar berita itu-itu lagi, mending setel Stand Up Comedy, siaran bola saja.

Ambil contoh korupsi saja deh. Orang kok ya tega-teganya korupsi ya, enak ya ? Enggak tahu, semoga gak nyoba. Kalau enak kan keterusan katanya. Itu duit negara dan duit rakyat, kok semena-mena diambil seakan milik sendiri. Itu milik orang banyak, kok digunakan buat beli barang pribadi. Itu pasti orang yang gak punya muka. Setelah tersangka juga, masih bisa berlagak. Setelah terdakwa juga, masih bisa melempar senyum. Setelah dipidana juga, masih saja merasa jumawa. Tapi tak apa, toh dengan adanya persidangan akhirnya banyak kita melihat taubat dadakan. Ya, nampaknya meja persidangan itu lebih menyadarkan daripada pesantren kita. Yang laki, pakai peci, yang wanita pakai kerudung, di meja persidangan. Sambil memutar tasbih kalau perlu juga, untung tidak sambil bawa sajadah. Itu kalau mau sujud ke hakim, tapi kalau 'menjilat' Tuhan ya tak apa lah.

Lalu pada ribut daftar cagub, cabup, cawalkot, caleg, anggota DPRD, DPR, DPD, DLL yang gak saya peduli. Mereka diantaranya ada yang sudah kena kasus, ada yang sudah tersangka. Kok masih berani-beraninya nyalonkan diri. Kita lagi, kok masih mau-maunya saja memilih mereka. Sebagian diantara mereka memang ada yang tokoh masyarakat, ada yang ditokoh-tokohkan, ada juga yang menokohkan dirinya sendiri. Kita melihat setiap hari wajah 'tokoh' penuh di jalanan, di gedung gedung. Tapi tidak hadir dalam kehidupan dan kenegaraan kita. 'Tokoh' tersebut hanya menggantung statis saja, bahkan cuma ada di baju yang dipakai kain lap. Mereka sibuk buat promosi, sedangkan disini bingung cari nasi. Mereka sibuk mencari posisi, sedangkan disini silakan bunuh diri. Saat mendapat posisi, malah mensyukuri. Padahal harusnya sedih, dia bertanggung jawab pada rakyat banyak. Mereka yang jadi 'wakil rakyat' malah bangga, padahal rakyat itu diatas mereka kan harusnya ? Ketua itu lebih tinggi dari wakil ketua kan ? Ya setidaknya mereka sudah me'wakil'kan kehidupan rakyat yang harusnya sejahtera, makan enak, tidur nyenyak, buang air besar nyaman di jamban.

Masih ada banyak sudut fenomena hidup yang bisa kita selidiki lagi, itupun kalau Anda mau. Tapi yang saya lihat, semua ini adalah fenomena imunitas akan rasa malu yang sungguh besar. Orang tidak malu lagi, mengumbar janji, berjual beli kebohongan. Tapi kok malah malu untuk meminta maaf dan mengakui kebodohan kesalahan? Menurut saya ini merupakan gejala pembesaran 'ukuran kemaluan' seseorang. Orang menjadi tidak mudah malu, karena kadar menampung malu sudah semakin besar seiring 'ukuran kemaluan'nya. Bisa jadi malah 'kemaluan' itu hilang, sehingga malu tak perlu ditampung dan disadari, cukup dibuang saja. Padahal kalau normal, dengan kadar malu yang kecil saja sudah cukup berat untuk ditanggungnya. Semoga kita dihindarkan dari sifat seperti itu. Mereka yang dengan 'ukuran kemaluan'nya harusnya sadar dan malu, bukan malah bangga. Bisa saja mungkin ada gejala gangguan saluran 'kemaluan', hingga mereka tidak dengan tegas mengakui rasa malu, karena sudah banyak mengandung kemih 'malu'.

Bandung, saat hari buruh sedunia di era kepemimpinan SBY -1 tahun lagi. Malam yang harus banyak mengerjakan tapi malah banyak bacaan.